Minggu, 05 Februari 2017

PENGERTIAN DAN SISTEMATIKA ETIKA

PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN
KEBIDANAN TENTANG PENGERTIAN DAN SISTEMATIKA
ETIKA
  


Disusun oleh:
Kelompok II

1.   Juraini                                                2015.A.06.0591
2.   Kristina Elika                                    2015.A.06.0592
3.   LeniMarlina                                      2015.A.06.0595
4.   Raudiah                                             2015.A.06.0609
5. Sarah Nabila                                        2015.A.06.0612



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
EKA HARAP PALANGKA RAYA
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kebidanan semakin meningkat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan era globalisasi. Pemahaman yang baik mengenai etika profesi merupakan landasan yang kuat bagi profesi bidan agar mampu menerapkan dan memberikan pelayanan kebidanan yang profesional dalam melakukan profesi kebidanan, dan dalam berkarya di pelayanan kebidanan, baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, para bidan maupun calon bidan, harus mampu memahami kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan kebidanan, termasuk pula ketidakpuasan dalam pelayanan.
Seiring dengan kemajuan, serta kemudahan dalam akses informasi, era globalisasi atau kesejagatan membuat akses informasi tanpa batas, serta peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat masyarakat semakin kritis. Disisi lain menyababkan timbulnya berbagai permasalahan etik. Selain itu perubahan gaya hidup, budaya dan tata nilai masyarakat, membuat masyarakat makin peka menyikapi berbagai persoalan, termasuk memberi penilaian terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama pelayan kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan kompotensi dan profesionalisme dalam menjalankan praktek kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas. Ketika masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan, atau apabila seseorang bidan merugikan pasien, tidak menutup kemungkinan dimeja hijaukan. Maka dari itu sebagai bidan perlu mengetahui etika dari profesi bidan.

1.2    Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian etik, etiket, moral, dan hukum ?
  2. Bagaimana sistemantika etika ?

1.3 Tujuan
Selain sebagai memenuhi salah satu tugas dari materi kuliah Etikakolegal dalam praktek kebidanan , penulisan makalah ini juga bertujuan untuk ;
  1. Mengetahui pengertian etika, etiket, moral dan hukum.
  2. Memahami sistematika etika

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu :
  1. Agar mahasiswa mengetahui definisi dari etika, etiket, moral dan hukum dan mampu mengaplikasikan dalam pelayanan kebidanan
  2. Agar mahasiswa Mengetahui sistematika etika






BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian
2.1.1        Etik
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma atau nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Pada zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain. Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segan¬segan untuk melawannya dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar dapat tercapai tujuan.

2.1.2    Etiket
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam memelihara hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan serat ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, etiket tidak berlaku misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara makan atau berpakaian. Dianggap melanggar etiket,bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakan kaki diatas meja,dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian. Etiket bersifat relatif yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, yang bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lainnya. Contoh yang jelas adalah makan dengan makan atau bersendawa waktu makan. Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang tampil sebagai “musang berbulu ayam”: dari luar sangat sopan dan halus tapi didalam penuh kebusukan.
Perbedaan Etiket dengan Etika yaitu: Menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
  1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
  2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.  Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
  3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
  4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal: Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Persamaan etika dengan etiket :
  1. Sama-sama menyangkut perilaku manusia
  2. Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2.1.3        Moral
Kata “moral” berasal dari bahasa latin, yaitu “mos” (jamak: mores) yang berarti kebiasaan, adat. “moral” mempunyai etimologi yang sama dengan “etik”, karena keduanya mengandung arti adat kebiasaan, meskipun bahasa asalnya berbeda, “etik” berasal dari bahasa yunani sedangkan “moral” berasal dari bahasa latin. Moral membahas mengenai apa yang dinilai “seharusnya” di masyarakat. Istilah moral dipakai untuk menunjukan aturan dan norma yang lebih konkrit bagi penilaian baik buruknya perilaku manusia. Pada hakikatnya moral mengindikasi ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas dan moral juga bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Moral tidak hanya berhubungan dengan larangan seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Kata moral selalu mengacu  pada baik buruknya manusia sebgai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
  1. Isu moral
Menurut oxford dictionary of English (2002),“issue in an important topic for discussion”. Isu adalah topic yang penting untuk di diskusikan atau di bicarakan. Ukuran yang penting adalah bahwa masalah tersebut merupakan topic yang cukup penting sehingga mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut. Isu moral menvakup hal-hal penting mengenai “baik” dan “buruk” dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga bisa berupa kejadian/peristiwa luar biasa seperti terjadinya perang atau konflik bersenjata. Opini tersebut akan beragam berdasarkan pada nilai dan kepercayaan yang mereka miliki; dan keberagaman inilah yang menimbulkan dilema. Contoh isu moral dalam bidang kesehatan diantaranya maslah aborsi, bayi tabung, sewa rahim, bank sperma, cloning dan yang terbaru saat ini adalah masalah ATM kondom yang menjadi polemk berkeppanjangan dalam masyarakat.
2. Konflik moral
Terkadang, kita menganggap bahwa dilema dan konflik moral adalah hal yang sama, pada keduanya berbeda. Konflk moral terjadi karena adanya perbedaan antara prinsip moral antar individu. Konflik moral menyebabkan dilema moral. Menurut Johnson (1990), terdapat dua tipe konflik moral, yaitu:
  1. Konflik dalam prinsip yang sama. Contoh, bila seorang bidan berprinsip untuk menjunjung tinggi autonomi kliennya? Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan yang sama sehingga sering kali menimbulkan konflik bagi bidan.
  2. Konflik dalam prinsip yang berbeda. Contoh, dalam kasus ibu yang menolong episiotomi, bidan memiliki konflik antara kewajiban untuk menghargai hak hidup janin sekaligus menghargai autonomi dan keinginan si ibu.
3. Dilema moral
Dilema moral akan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia,termasuk di dunia kesehatan atau bahkan dalam profesi kebidanan karena manusia menjadi objek dalam melaksanakan asuhan kebidanan tersebut. Manusia memiliki latar belakang budaya,agama,pendidikan,dan ekonomi yang berbeda,sehingga masalah yang muncul dan yang harus dihadapi sangat kompleks. Dengan kata lain manusia mempunyai kemampuan untuk menerima dan memecahkan satu masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu,profesional dituntut untuk meiliki wawasan luas agar dapat mengatasi masalah yang ada terutama yang berhubungan dengan dilema moral.
Menurut Campbell (1984),dilema moral merupakan situasi yang menghadapkan individu pada 2 pilihan dan tidak satu pun dari pilihan itu di anggap sebagai jalan keluar yang paling tepat. Saat terjadi dilema,alternative yang ada tampaknya setara atau sama saja, sehingga sulit menetapkan pilihan yang tepat,seperti berada di persimpangan jalan. Semakin sulit kita memprediksi konsekuensi tindakan yang akan kita terima,semakin besar dilema yang akan kita  hadapi.
Dilema moral yang dihadapi oleh seorang bidan sedikit berbeda dengan yang dihadapi orang lain,karena bidan memiliki kode etik profesi dengan batasan-batasan yang menegaskan garis kewenangannya. Kode etik kebidanan pun sebenarnya telah menimbulkan dilema karena di satu sisi, bidan diminta untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan pasien serta berupaya memenuhi kebutuhan pasien, namun bidan juga harus menjamin bahwa tindakannya membahayakan pasien. Hal ini tercermin dalam kode etik profesi (1992) yang dikeluarkan oleh lembaga profesi United Kingdom Central Council (UKCC). Penyataan kode etik profesi menyatakan bahwa: “ Sebagai perawat,bidan, atau pelayanan kesehatan terdaftar, secara pribadi dan bertanggung jawab terhadap tindakan praktik anda, dan dalam melaksanakan tindakan profesional, anda harus :
  1. Selalu bersikap mengutamakan keinginan,keselamatan,dan kesehatan pasien dan klien.
  2. Memastikan tidak melanggar atau lalai dalam tanggungjawab, yang dapat mengganggu kepentingan dan keselamatan pasien dan klien.”


2.1.4        Hukum
Hukum merupakan peraturan, undang-undang atau adap yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Umum, berarti berlaku bagi setiap orang, dan normative berarti menentukan apa yang seharusnya di lakukan, apa yang tidak boleh di lakukan serta menentuhan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hokum mempunyai tujuan. Hokum mempunyai sasaran yang hendak di capai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat di harapkan kepentingan manusia akan terlindungi.
  Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstak saja tanpa adanya hukum. Contoh: bahwa mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar dimasyarakat maka harus di atur dengan hukum.
Menurut Bertens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu :
  1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab undang-undang, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat objektif, sedangkan moral tidak tertulis, mempunyai ketidakpastian lebih besar dan bersifat subjektif.
  2. Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan meminta legalitas, sedangkan moral menyangkut sikap batin seseorang.
  3. Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi sedangkan moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari tuhan.
  4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat atau negara dapt merubah hukum, hukum tidak menilai moral sedangkan moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara,masyarakat dan negara tidak dapat merubah moral.

2.2     Sistematika Etika
2.2.1        Etika Deskriptif
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu,dalam kebudayaan atau subkultur tertentu,dalam suatu periode sejarah,dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan,tidak member penilaian. Misalnya ia melukiskan adat mengayau kepala yang ditemukan dalam masyarakat yang disebut primitif, tapi ia tidak mengatakan bahwa adat semacam itu dapat diterima atau harus ditolak.
Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya, psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah akan memakai istilah etika “deskriptif”. Studi-studi termasyhur tentang perkembangan kesadaran moral dalam hidup seorang manusia oleh psikolog Swiss Jean Piaget (1896-1980) dan psikolog Amerika Laurence Kohlberg (1927-1988) merupakan contoh bagus mengenai etika deskriptif ini. Karena itu dapat dimengerti bahwa etike deskriptif ini sebetulnya termasuk ilmu pengetahuan empiris dan bukan filsafat.
2.2.2        Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Disini ahli bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak lagi melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan di masa lampau, tapi ia menolak adat itu, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia. Ia tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi menolak prostitusi sebagai suatu lembaga yang melanggar martabat, biarpun dalam praktik belum tentu diberantas sampai tuntas. Tentu saja, etika deskriptif dapat juga berbicara tentang norma-norma, misalnya bila ia membahas tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat primitif. Hal yang sama bisa dirumuskan juga dengan mengatakan bahwa etika normatif itu tidak deskriptif melainkan preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menetukan benar atau tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Secara singkat dapat dikatakan etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik. Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus.
1. Etika umum
Etika yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral. Memandang tema-tema umum seperti apa itu norma etis? jika ada banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain.
2. Etika khusus
Merupakan  penerapan  prinsip-prinsip  moral  dasar  dalam  bidang kehidupan  yang  khusus.  Penerapan  ini  bisa berwujud : Bagaimana  saya  mengambil keputusan  dan  bertindak  dalam  bidang  kehidupan  dan  kegiatan  khusus  yang  saya lakukan,  yang  didasari  oleh  cara,  teori  dan  prinsip-prinsip  moral  dasar.    Namun, penerapan itu dapat juga berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya. Berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.  Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:
  1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
  2. Etika  sosial,  yaitu  berbicara  mengenai  kewajiban,  sikap  dan  pola  perilaku  manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. 
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara  kelembagaan  (keluarga,  masyarakat,  negara) sikap kritis  terhadap pandangan-pandangana  dunia  dan  idiologi-idiologi maupun tanggung jawab terhadap lingkungan hidup. 
3. Etika Profesi
Merupakan etika khusus yang dikhususkan pada profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, etika Rumah Sakit, Etika Kebidanan, Etika Keperawatan, dan lain-lain. Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya, dan larangan-larangan, termasuk ketentuan- ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak hanya dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan berkaitan juga dengan tingkah lakunya secara umum dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.  Guna etika adalah memberi arah bagi perilaku manusia tentang apa yang baik atau buruk, apa yang benar atau salah, hak dan kewajiban moral(akhlak), apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2.2.3        Metaetika
Metaetika adalah ucapan-ucapan kita dibidang moralitas atau bahasa yang diucapkan dibidang  moral. Metaetika mengenai status moral ucapan dan bahasa yang digunakan dalam batasan baik, buruk atau bahagia. Cara lain lagi untuk mempraktikan etika sebagai ilmu adalah metaetika. Awalan meta (dari bahasa Yunani) mempunyai arti melebihi melampaui. Metaetika seolah-olah bergerak pada tarap lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada tarap “bahasa etis” atau bahasa yang kita gunakan dibidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa rupanya kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain (khusunya kalimat-kalimat yang mengungkapkan fakta). Metaetika ini termasuk “filsafat analitis”, suatu alihan penting dalam filsafat ke 20. Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada wasl abad ke 20 dan George Moore yang disebut adalah salah satu seorang pelopor. Dari Inggris filsafat analitas meluas ke berbagai Negara lain tapi di Negara-negara berbahasa Inggris (seperti Amerika Serikat dan Australia) posisinya selalu paling kuat. Karena terkait dengan filsafat analitis ini,metaetika kadang-kadang juga disebut “etika analitis”.bbj







BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etiket merupakan tata cara (adap sopan santun, dll) di masyarakat beradap dalam memelihara hubungan baik diantara sesama manusia. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
Persamaan etika dengan etiket :
  • Sama-sama menyangkut perilaku manusia
  • Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dll.;akhlak, budi pekerti, susila.
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku tentang suatu kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.
Sistematika Etika terdapat:
  • Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya: adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan
  • Etika normatif dapat dibagi lebih lanjut dalam etika umum dan etika khusus:
  • Etika umum
  • Etika khusus
3.2    Saran
     Melalui makalah ini, penulis berharap agar para bidan maupun calon bidan menjalankan profesionalitas pekerjaannya sesuai kode etik kebidanan, antara lain menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggoa profesi, dan meningkatkan mutu profesi.



DAFTAR PUSTAKA

Hendrik. 2011. Etika dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC
Seopardan, dkk. 2007. Etika kebidanan dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar