Sabtu, 27 Oktober 2018

KONSEP PEMERIKASAAN FISIK


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
            Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
            Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
            Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

1.2. Rumusan masalah
1.    Apa pengertian pemeriksaan fisik?
2.    Apa tujuan pemeriksaan fisik?
3.    Apa saja persiapan yang harus dilakukan untuk pemeriksaan fisik?
4.    Bagaimana teknik pemeriksaan secara inspeksi, palpasi,perkusi,auskulasi dan afaksio?
5.    Bagaimana prinsip pemeriksaan fisik?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1.  Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari pemeriksaan fisik.
2.  Agar mahasiswa mengerti tujuan dari pemeriksaan fisik.
3.  Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang harus disiapkan sebelum pemeriksaan fisik.
4. Agar mahasiswa mengetahui teknik-teknik pemeriksaan fisik.
5. Agar mahasiswa mengetahui apa saja prinsip pemeriksaan fisik.
 
1.4.  Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode diskusi kelompok dan metode studi literature, dimana sumber yang digunakan menggunakan sumber pustaka (buku) dan hasil browsing dari internet.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Pemeriksaan Fisik
Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,2009)
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Craven Hirnle,2000)
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien. Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.
2.2. Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk:
1)  Mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2) Menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3)  Mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4)  Membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5) Mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

2.3. Manfaat Pemeriksaan Fisik
1) Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose 
 keperawatan.
2)  Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3)  Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
4)  Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
Persiapan dalam pemeriksaan fisik :
-       Alat, berupa:
Meteran, timbangan, BB, stetoskop, tensimeter/spighnomanometer,
termometer, arloji/stopwatch, handscoon bersih (bila perlu), tissue dan buku catatan. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
-       Lingkungan : Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
-       Klien (Fisik dan psikologis) : Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
        Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat, maupun sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien.
2.4.Teknik Pemeriksaan Fisik
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

1.      Inspeksi

Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien.
Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya malah menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.
Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien, terutama sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yangakan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi.
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi dan penonjolan/pembengkakak. Setelah hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

Cara pemeriksaan  inspeksi:
1)   Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2)   Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3)   Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat benjolan di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
4)   Catat hasilnya.


2.      Palpasi
           Palpasi, yaitu teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba (tangan/jari-jari) untuk menyentuh atau merasakan dengan tangan, palpasi merupakan langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi adalah pemeriksaan struktur individu, baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, yang akan memberikan informasi mengenai temperature tubuh, posisi, ukuran, bentuk, konsistensi atau mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai keadaan cairan pada ruang tubuh. (Rhonda Jones, 2009)
Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan menggunakan bagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam atau ringan.
                Teknik palpasi dibedakan menjadi :
1)      Palpasi ringan, pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
2)      Palpasi medium, untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar.
3)      Palpasi dalam, alpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.


Cara Pemeriksaan Palpasi:
1)        Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri
2)        Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3)        Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4)        Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5)        Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan
6)        Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7)        Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8)        Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9)        Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
10)    Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat


3.      Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. (Dewi Sartika, 2010)
Perkusi merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien, yaitu dengan menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu.
Terdapat lima macam kualitas dan karakter suara yang keluar pada saat perkusi sesuai dengan tipe dan sifat lapisan dibawahnya sesuai seperti yang tercantum di bawah ini:


Suara

Nada
Intensitas

Durasi

Kualitas


Lokasi
Datar

Tinggi




Lembut





Pendek





Absolut

Tidak jelas (dullnes)
Normal:Sternum,
paha

Abnormal : paru-paru  
atelektatik; Massa padat



Medium






Medium







Moderat







Seperti suara jatuh/ pukulan





Tidak tajam
(Dull)





Normal:
hati; organorgan lain; kandung
kencing penuh
Abnormal:
efusi pleura,
asites
Resonan/gaung



Rendah

Keras


Moderat/Panjang


Kosong

Normal : Paru-paru
Hiper-sonan


Sangat rendah
Sangat keras

Panjang



Berdebam

Abnormal: Emfisema paru
Timpani


Tinggi

Keras


Panjang


Seperti drum
Normal:
gelembung
udara
lambung
Abnormal:
abdomen
distensi
udara



Keterangan tabel :
o    Frekuensi adalah jumlah vibrasi atau siklus perdetik (cycles per second/cps). Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi lambat menghasilkan nada pitch yang rendah.
o    Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude, makin keras suara.
o    Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar.
o    Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu.

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah:
Sonor               :   Suara perkusi jaringan yang normal
Redup             : Suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya
                didaerah paru-paru pada penderita pneumonia.
Pekak               :  Suara perkusi jaringan yang padat, seperti pada perkusi     
                 daerah jantung/hepar
Hipersonor      : Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga  
     kosong,misalnya daerah caverna paru yang diderita pada
     klien asthma kronik.

Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang.

Perkusi jari tak langsung


Cara pemeriksaan :
1)   Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa
2)   Pastikan pasien dalam keadaan rilex
3)   Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4)   Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5)   Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
Metode langsung, yaitu mengentokan jari tanagn langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
Metode tidak langsung, yaitu dengan cara jari tengah tangan kiri diletakkan dengan lembut diatas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan mengetuk persendian, pukulan harus cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rileks, berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.


Perkusi kepalan tangan
(A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral/CVA (B) Perkusi
       langsung pada CVA.





4.      Auskultasi
                        Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
                        Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan tersebut antara lain seperti bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. (Dewi Sartika, 2010)

Penilaian Pemeriksaan auskultasi meliputi:
1.      Frekuensi, yaitu menghitung jumlah getaran permenit
2.      Durasi, yaitu lama bunyi yang terdengar
3.      Intensitas bunyi, yaitu ukuran kuat atau lemahnya suara
4.      Kualitas, yaitu warna nada atau variasi suara



Cara pemeriksaan :
1.    Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana      yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2.    Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3.    Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga
4.    Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa
 sesuai arah, ukuran dan lengkungannya.
5.    Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkannya pada  
 telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6.    Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan
 diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistematis
7.    Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
8.    Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

Stetoskop standar dapat digunakan metode auskultasi untuk mendengar suara Korotkoff saat mengukur tekanan darah. Tekanan darah arteri pada manusia secara rutin diukur dengan metode auskultasi. Suatu manset yang dapat dipompa (manset Riva-Rocci) dihubungkan pada manometer air raksa (sfigmomanometer) kemudian dililitkan disekitar lengan dan stetoskop diletakkan diatas arteri brakialis pada siku (Ganong, 1999).
Kelebihan pemeriksaan tekanan darah metode auskultasi adalah akurat apabila dipergunakan secara tepat, tetapi beberapa pertimbangan harus diamati, sedangkan kekurangan untuk mengukur tekanan darah melalui metode auskultasi yaitu manset harus setinggi jantung untuk  memperoleh tekanan yang tidak dipengaruhi oleh gravitasi. Bila manset dibiarkan terpompa beberapa saat, rasa tidak nyaman dapat menyebabkan refleks vasokonstriksi umum, meningkatkan tekanan darah (Ganong, 1999).

Bunyi Korotkoff dihasilkan oleh arus turbulen dalam arteri brakialis. Bunyi ini timbul akibat timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang disebabkan oleh penekanan manset pada arteri tersebut. Dalam cara auskultasi ini harus diperhatikan bahwa terdapat suatu jarak yang paling sedikit 5 cm, antara manset dan tempat meletakkan stetoskop. Mula-mula rabalah arteri brachialis untuk menentukan tempat meletakkan stetoskop. Kemudian pompalah manset sehingga tekanannya melebihi tekanan diastolis (yang diketahui dari palpasi). Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop di atas arteri brachialis pada siku. Mula-mula tidak terdengar suatu bunyi kemudian akan terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset sehingga terjadilah turbulensi.

Bunyi yang terdengar disebut bunyi Korotkoff dan dapat dibagi dalam 5 fase, yaitu :         
1)      Fase I : Terjadi bila tekanan penyumbat turun sampai tekanan darah sistolik. Suara mengetuknya jelas dan secara berangsur-angsur intensitasnya meningkat ketika tekanan penyumbat turun.
2)      Fase II : Terjadi pada tekanan kira-kira 10-15 mmHg di bawah fase I dan terdiri dari suara mengetuk yang diikuti dengan bising.
3)      Fase III : Terjadi bila tekanan penyumbat turun cukup banyak sehingga sejumlah besar volume darah dapat mengaliri arteri yang tersumbat sebagian. Bunyinya serupa dengan bunyi fase II, kecuali bahwa hanya terdengar bunyi ketukan.
4)      Fase IV : Terjadi bila intensitas suara tiba-tiba melemah ketika tekanan mendekati tekanan darah diastolik.
5)      Fase V : Terjadi bila bunyi sama sekali menghilang. Pembuluh darat tidak tertekan lagi oleh manset penyumbat dan tidak ada lagi aliran turbulensi
( Kurniawan, 2006 ).


Posisi Pemeriksaan teknik auskultasi:
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal , maka posisi pemeriksaan sangat menentukan . beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
a.       Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur.
Digunakan untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas atas.
images.jpg

b.      Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer.
suppine.jpg
c.       Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur.
dorsal recumbent.jpg

d.      Posisi sims (tidur miring), untuk pemeriksaan rectal dan vagina.
     sims.jpg 
e.       Posisi Prone (telungkup ), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung.
telungkup.jpg
f.       Posisi litotomi yaitu posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
litotomii.jpg


g.      Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal
       knee.jpg
h.      Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan
berdiri.jpg
5.      Olfaksi
imageolfaksi.jpg
Olfaksi adalah pemeriksaan fisik melalui indra penciuman (hidung) untuk mengenali sifat dan sumber bau badan yang bertujuan untuk mendeteksi abnormalitas yg tidak dapat dikenali dengan cara lain.
Sebagai contoh, klien dengan gips diperkirakan memang akan mengalami ketidaknyamanan setelah cedera. Tetapi, bagaimanapun juga perawat yang mengetahui adanya bau kuat akan mencurigai bahwa ke­tidaknyamanan tersebut dapat juga berhubungan dengan infeksi luka. Rasa tidak nyaman itu sendiri tidak menyatakan adanya infeksi. Hasil olfaksi dan keterampilan pengkajian lainnya memungkinkan perawat mendeteksi abnormalitas yang serius.
                                PENGKAJIAN KARAKTERISTIK BAU
Penyebab
Tempat Pemeriksaan
Yang diakibatkan
Alkohol
Rongga oral
Konsumsi alcohol,diabetes
Amonia
Urine
Infeksi traktus urinarius
Bau badan
Kulit, terutama di area bagian tubuh yang bergesekan(mis. Dibawah lengan dan payudara
Hygiene buruk, keringat berlebihan(hiperhidrosis) keringat berbau busuk(bromidrosis)
Feses
Daerah lukaMuntah
Area rektal
Abses luka Obstruksi usus
Inkontinensia fekal
Feses berbau busuk pada bayi
Feses
Sindrom Malabsorpsi
Halitosis
Rongga oral
Hygiene gigi dan oral yang buruk, penyakit gusi
Manis,keton buah-buahan
Rongga oral
Asidosis diabetikum
Urine basi
Kulit
Asidosis uremia
Bau manis,kental,tebal
Drainase luka
Infeksi pseudomonas(bakteri)
Bau apek
Bagian tubuh yang digips
Infeksi di dalam gips
Bau manis, busuk
Trakeostomi atau sekresi mukus
Infeksi cabang bronchial(bakteri pseudomonas


BAB III
                                                 PENUTUP                          

3.1.Kesimpulan
                       Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar. Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

3.2.Saran
                 Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka  
        perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan  
        pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan
        dilakukan dengan prosedur yang benar.







DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC
Trikaloka H. Putrid an Achmad Fanani. 2010. Etika dan Profesi Keperawatan. Yogyakarta : Citra Pustaka.
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC





Tidak ada komentar:

Posting Komentar